Sejarah PGRI

Persatuan Guru Republik Indonesia atau disingkat PGRI adalah organisasi profesi yang beranggotakan para guru dan tenaga pendidik di seluruh Indonesia. PGRI didirikan pada 25 November 1945, atau seratus hari setelah kemerdekaan Indonesia. Kendati demikian, motivasi untuk membentuk organisasi sebagai wadah dari para guru sebenarnya telah tumbuh dan berkembang sejak era kebangkitan nasional.

Anggota organisasi ini terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah. Mereka umumnya berasal dari latar pendidikan yang berbeda dan bertugas di Sekolah Desa atau Sekolah Rakyat. PGHB merupakan organisasi guru pertama di Indonesia yang dibentuk untuk memperjuangkan kesejahteraan guru pribumi yang timpang dibanding guru-guru dari Eropa. Selain PGHB, muncul organisasi-organisasi guru lainnya, seperti Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB), Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG).

Berdirinya PGRI Menindaklanjuti keinginan untuk menyatukan organisasi-organisasi guru di Indonesia, maka dilaksanakan Kongres Guru Indonesia. Kongres ini digerakaan oleh Amin Singgih dan Rh. Koesnan, yang kemudian dikenal sebagai tokoh pendiri PGRI.

Kongres Guru Indonesia digelar di Surakarta, Jawa Tengah, antara 24-25 November 1945. Hasil dari Kongres Guru Indonesia adalah semua guru sepakat untuk bersatu di dalam organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Tanggal 25 November 1945 menandai hari lahir PGRI. 

Nama PGRI diberikan oleh utusan dari Jawa Barat yang saat itu tergabung dalam Persatuan Guru Seluruh Priangan (PGSP). Pada awal PGRI terbentuk, tujuan organisasi ini adalah menekankan jiwa patriotisme agar dapat mempertahankan Indonesia. 

Selain itu, tujuan umum dibentuknya PGRI yaitu: 

  1. Mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 
  2. Berperan serta aktif mencapai tujuan nasional dalam mencerdaskan bangsa dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya. 
  3. Berperan serta mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional. 
  4. Mempertinggi kesadaran dan sikap guru, meningkatkan mutu dan kemampuan profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya. 
  5. Menjaga, memelihara, memperjuangkan, membela serta meningkatkan harkat martabat guru dan tenaga kependidikan melalui peningkatan kesejahteraan serta soldiaritas anggota.

Sejarah PGRI pada masa Orde Lama hingga reformasi Menyusul Kongres PGRI yang pertama, hampir setiap tahun diadakan kongres secara rutin guna membahas berbagai hal. Pada kongresnya yang kesepuluh, tepatnya pada Oktober 1962, PGRI terpecah menjadi dua karena adanya perebutan pengaruh kekuatan anti-PKI dan pro-PKI. Kubu pro-PKI atau PGRI Non-Vaksentral dipimpin oleh Subandri. Sedangkan kubu nasionalis dipimpin oleh ME Subiadinata. Perpecahan ini terjadi hingga peristiwa G30S, yang mengakibatkan PKI beserta simpatisannya diberantas habis. Pada 24 November 1994, Pemerintah RI mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Nomor 1994 yang menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru nasional. Empat tahun kemudian, Kongres PGRI XVIII diselenggarakan di Bandung antara 25-28 November 1998. Hasil kongres ini menyatakan PGRI untuk kembali ke jati diri awal, yakni sebagai organisasi perjuangan, profesi, dan ketenagakerjaan dengan mengedepankan sifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.